Dari Hoaks hingga Mutu DPRD: Audiensi Bawaslu dan PMII Hadirkan Diskusi Kritis
|
Kota Probolinggo – (Bawaslu Kota Probolinggo)– Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Probolinggo menggelar audiensi bersama Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Probolinggo sebagai tindak lanjut dari Memorandum of Understanding (MoU) antara kedua lembaga. Pertemuan ini bertujuan memperkuat kerja sama dalam pengawasan pemilu sekaligus menjadi ruang diskusi seputar demokrasi dan kepemiluan pada Jumat, (14/11)
Anggota Bawaslu Kota Probolinggo, Ade Nurwahyudi, menegaskan bahwa MoU tersebut merupakan upaya mempererat kolaborasi antara Bawaslu dengan organisasi masyarakat. “Bawaslu tidak mungkin menjalankan tugas demokrasi sendirian. Keterlibatan organisasi kepemudaan seperti PMII sangat penting dalam mewujudkan pengawasan partisipatif,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota Bawaslu Kota Probolinggo, Putut Gunawarman Fitrianta, menjelaskan bahwa audiensi ini menjadi ruang evaluasi bagi tahapan pemilu sebelumnya yang dinilai masih perlu banyak perbaikan. Ia menyambut baik kritik dan masukan dari PMII. “Semakin banyak kritik, semakin banyak masukan untuk pembenahan. Harapannya sahabat PMII dapat menjadi jembatan informasi bagi masyarakat terkait pemilu dan demokrasi,” katanya.
Bawaslu juga membuka peluang bagi kader PMII untuk menjadi narasumber dalam program podcast Bawaslu yang membahas isu-isu kepemiluan terkini. Selain itu, kerja sama ini diharapkan mampu menjadi bekal pengalaman bagi anggota PMII agar kelak menjadi pemimpin yang demokratis.
Dalam sesi diskusi, Ketua PMII Kota Probolinggo, Dedy menyampaikan apresiasi kepada Bawaslu Kota Probolinggo karena telah menyediakan ruang dialog terbuka. Sejumlah isu kemudian disorot oleh peserta audiensi, di antaranya:
Isu penyelenggara pemilu (KPU) yang berdomisili di luar Kota Probolinggo.
Maraknya hoaks digital terkait pemilu yang dinilai perlu diantisipasi sebelum meluas.
Persyaratan pendidikan calon anggota DPRD yang hanya minimal SMA, yang dianggap kurang ideal mengingat beban kerja legislatif.
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap DKPP yang hanya 40%, serta upaya peningkatan kepercayaan publik.
Pemerataan sosialisasi kepemiluan agar menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Penanganan pelanggaran digital oleh pasangan calon dalam kontestasi pemilu.
Menanggapi berbagai isu tersebut, Ade menjelaskan bahwa kewenangan Bawaslu terkait penyelenggara pemilu mengacu pada aturan yang berlaku, dan masyarakat dapat melaporkan dugaan pelanggaran penyelenggaraan pemilu melalui mekanisme resmi.
“Terkait ketimpangan pendidikan DPRD, Bawaslu tidak memiliki kewenangan mengubah regulasi, namun ia mengakui bahwa hal tersebut berpotensi memengaruhi kualitas kinerja legislator,” ucapnya.
Putut menambahkan bahwa rendahnya kepercayaan publik terhadap DKPP perlu ditelusuri sumber datanya. Menurutnya, tingkat partisipasi masyarakat yang tetap tinggi di TPS menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu sebenarnya masih kuat. Selain itu, Bawaslu tengah menyusun program Kader Demokrasi berbasis generasi Z untuk memperluas sosialisasi kepemiluan di sekolah-sekolah.
Menutup kegiatan , Ketua PMII mengusulkan agar dibuat aplikasi khusus pelaporan hoaks pemilu yang dapat digunakan masyarakat untuk melaporkan informasi palsu secara cepat kepada Bawaslu Kota Probolinggo. (Ivone/Humas)
Sumber: Meli
Penulis: Ivone