Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Soroti "Anomali" Daftar Pemilih: Pindah Pilih hingga Data Warga Meninggal yang Sulit Dihapus

Putut Gunawarman saat bacakan Siaran Pers Hasil Pengawasan PDPB Tahun 2025 pada Jumat, (12/12) di Media Center Bawaslu Kota Probolinggo

Putut Gunawarman saat bacakan Siaran Pers Hasil Pengawasan PDPB Tahun 2025 pada Jumat, (12/12) di Media Center Bawaslu Kota Probolinggo

Kota Probolinggo – (Bawaslu Kota Probolinggo) — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Probolinggo mengungkapkan sejumlah persoalan krusial dalam Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) 2025. Tantangan utama yang disorot adalah sulitnya menghapus data pemilih yang sudah meninggal akibat ketiadaan Akta Kematian, serta dinamika warga yang pindah domisili namun datanya masih tercatat di Probolinggo.

​Temuan ini mengemuka dalam evaluasi komprehensif hasil pengawasan PDPB di Aula Bawaslu Kota Probolinggo, Jumat (12/12/2025). Pertemuan penting ini dihadiri instansi terkait diantaranya Sekretaris Daerah Kota Probolinggo, Asisten Pemerintahan dan kesejahteraan Rakyat, anggota DPRD Komisi I, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Kesehatan, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Camat beserta Lurah dan BPJS Kesehatan.

​Anggota Bawaslu Kota Probolinggo, Putut Gunawarman Fitrianta, menyampaikan bahwa akurasi data pemilih membutuhkan dukungan multi-pihak, mulai dari Pemkot, DPRD, hingga stakeholder terkait.

​Putut menyoroti salah satu "problematika" klasik di lapangan, yaitu data warga yang telah meninggal dunia namun sulit dikeluarkan dari Daftar Pemilih Tetap (DPT).

​“Data ini selalu muncul saat Pemilu. Setelah kami berkoordinasi dengan Dispendukcapil, data tersebut tidak bisa dihapus karena tidak adanya Akta Kematian yang diajukan,” ungkap Putut, menekankan bahwa dokumen formal menjadi kunci untuk pembersihan data.

​Selain itu, Bawaslu juga menemukan masalah administrasi kependudukan lainnya:

1. ​Warga Pindah Pilih: Ditemukan kasus warga yang secara administrasi masih tercatat di Probolinggo namun sudah pindah kependudukan dan memilih di daerah lain, seperti contoh kasus warga yang telah menetap di Tangerang.

2. ​Penomoran Rumah Tumpang Tindih: Bawaslu mencatat adanya kerumitan data akibat penomoran rumah yang tumpang tindih, terjadi pada sekitar lima rumah dengan pemilik yang berbeda-beda.

​​Senada dengan Bawaslu, Anggota KPU Kota Probolinggo, Viki Hamzah, memaparkan tantangan yang dihadapi KPU dalam mengelola PDPB. Viki menyebut fokus KPU saat ini adalah dinamika perpindahan kependudukan, baik keluar maupun masuk, termasuk mutasi TNI/POLRI dan pensiunan.

​Viki merangkum tiga tantangan utama yang menghambat proses pemutakhiran data yang akurat:

1. ​Minimnya Partisipasi Masyarakat: Kurangnya inisiatif masyarakat dalam melaporkan perubahan data kependudukan mereka.

2. ​Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM): Keterbatasan SDM di luar tahapan pemilu reguler, di mana seharusnya terdapat badan Ad Hoc yang membantu proses pemutakhiran.

​3. Isu Perlindungan Data Pribadi (UU PDP): Adanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang membatasi akses dan penggunaan data tertentu oleh penyelenggara pemilu.

​Menanggapi sorotan ini, Asisten Pemerintahan Pemkot Probolinggo, Budiono Wirawan, mengakui bahwa data kependudukan bersifat sangat dinamis dan persoalan data meninggal atau pindah pilih pada akhirnya akan bermuara pada level paling bawah.

​Untuk mengatasi masalah ini, Budi sapaannya memberikan instruksi tegas kepada jajaran Camat dan Lurah di Kota Probolinggo.

​“Camat dan lurah harus memperbaiki data tersebut dengan berkoordinasi aktif dengan RT/RW setempat agar data yang dihasilkan menjadi akurat,” pungkasnya.

​Ia menekankan bahwa akurasi data adalah basis fundamental yang harus diperkuat oleh pemerintah daerah untuk menjamin hak pilih warga yang legitimate dalam setiap tahapan Pemilu ke depan. (Ahmad/Humas)

Penulis: Ahmad

Editor: Ivone